TNI AU Sebaiknya Tidak Membeli Pesawat Tempur Gripen, Mengapa?

Beberapa waktu yang lalu sempat ramai terdengar kabar mengenai rencana kementrian pertahanan untuk melakukan akuisisi peralatan tempur baru untuk TNI. Mulai dari ranpur darat, radar, helikopter, pesawat jet tempur, hingga drone semuanya tertulis lengkap di daftar belanja alutsista kemenhan dalam rangka memenuhi kebutuhan pertahanan minimal (minimum essential force) alias MEF Indonesia hingga 2024 mendatang.

SAAB Gripen, Swedia - WandiWeb

Salah satu aspek yang bisa dibilang cukup menarik disini adalah pengadaan pesawat jet tempur baru untuk memperkuat pertahanan udara Indonesia, dimana pada whislist kemenhan sudah dibeberkan beberapa jenis jet tempur yang kemungkinan besar akan dibeli, diantaranya adalah Dassault Rafale, Sukhoi Su-35, F-15EX, hingga F-16 Viper. Namun mengapa kemenhan tidak memasukkan Gripen ke dalam daftar tersebut? Padahal menurut beberapa kalangan pesawat ini juga cukup mumpuni.

Apakah Gripen tidak Cocok untuk Indonesia?

Jika dihadapkan pada pertanyaan seperti, kita sebaiknya melihat kembali bagaimana sistem dan doktrin pertahanan Indonesia bekerja. TNI sendiri pada umumnya akan lebih mengutamakan alutsista yang sudah teruji di dalam medan pertempuran sesungguhnya (battle proven) dibandingkan dengan alutsista baru yang "katanya" terbaru. unggul, dan lebih canggih.

Gripen sendiri adalah pesawat tempur multiperan bermesin tunggal dengan desain sayap delta wing produksi SAAB, dimana TNI AU seperti yang kita ketahui sudah berpengalaman dalam mengoperasikan pesawat-pesawat tempur dengan spesifikasi yang hampir sama, contohnya saja seperti pesawat-pesawat F-16, Su-27, dan Su-30. Namun mengapa TNI AU terkesan tidak tertarik dengan Gripen?

Role sudah terisi oleh F-16, dan Sukhoi

F-16 dan Su-27 - WandiWeb

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, peran pesawat tempur Gripen sebenarnya sudah lama terisi oleh tiga jenis pesawat multiperan lainnya seperti F-16, Su-27, dan Su-30, sehingga untuk mendatangkan pesawat dengan fungsi yang sama sepertinya tidak terlalu dibutuhkan untuk saat ini, dan kemungkinan besar TNI AU akan terus mengoperasikan bahkan menambah jumlah dari pesawat-pesawat yang sudah lama dioperasikan tersebut dalam waktu beberapa dekade mendatang.

Ketersediaan suku cadang

Suku cadang F-16 - WandiWeb

Pada umumnya, pesawat yang diproduksi dengan jumlah besar dan telah dioperasikan oleh banyak negara juga biasanya akan lebih mudah untuk didapat suku cadangnya, dalam hal ini kita bisa mengambil contoh pesawat F-16. Pesawat produksi Lockheed Martin ini sudah diproduksi lebih dari 4,600 unit dan telah digunakan oleh setidaknya 27 negara berbeda. Sedangkan untuk Gripen sendiri, pesawat buatan Swedia ini hanya diproduksi sekitar 270 unit lebih, dan hanya digunakan oleh empat negara.

Melihat dari fakta ini, tentunya suku cadang untuk pesawat F-16 akan lebih mudah didapatkan serta harganya juga akan lebih murah, berbanding terbalik dengan Gripen.

Masalah transfer teknologi

Komponen pesawat Gripen - WandiWeb

Seperti yang kita ketahui, dalam pembelian persenjataan perang, TNI tidak hanya melakukan transaksi se-sederhana membeli dan kemudian mendapatkan barang saja, namun dalam pembelian senjata juga harus ada teknologi serta pengetahuan tentang senjata yang dibeli tersebut melalui sistem transfer of technology (ToT).

Sebagai catatan, Gripen merupakan pesawat tempur yang terikat dengan ITAR atau International Traffic Arms Regulations, dimana peraturan ini pada dasarnya mengatur hal-hal tentang produksi komponen serta alat-alat persenjataan. Dengan ini, negara-negara yang terlibat di dalamnya bisa saja menolak atau melarang penjualan sebuah persenjataan apabila di dalamnya terdapat teknologi atau komponen-komponen milik mereka/yang berasal dari negara tersebut.

Meskipun SAAB sebenarnya bisa memberikan transfer teknologi, namun jika Amerika dan negara Eropa lainnya tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut akan sangat menyulitkan.

Satu hal lagi yang perlu dicatat, walaupun pesawat ini adalah produksi Swedia, namun sebenarnya komponen-komponen serta teknologi yang ada di dalamnya kebanyakan adalah buatan Amerika dan Inggris. Dan seperti yang kita ketahui, Amerika adalah negara yang sangat ketat dalam hal penjualan senjata dan teknologi mereka, dimana mereka akan dengan tegas melarang penjualan persenjataan ke suatu negara jika negara tersebut tidak sejalan dengan tujuan politik mereka.

Dengan penjelasan-penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, maka WandiWeb menyimpulkan bahwa untuk saat ini pesawat jet tempur SAAB Gripen masih belum diperlukan untuk Indonesia setidaknya untuk satu atau dua dekade mendatang.

Belum ada Komentar untuk "TNI AU Sebaiknya Tidak Membeli Pesawat Tempur Gripen, Mengapa?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel